Selamat Datang di YK MADIRA WEB, Web ini di buat untuk dapat di pergunakan untuk menambah wawasan dan pengenalan terhadap YK MADIRA itu sendiri. web ini dirancang dengan sesederhana mungkin dan hanya untuk selentingan info dan tukar fikiran

Minggu, 14 Februari 2010

Hamil Lebih Waktu

WASPADA!

KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POSTTERM)

DAPAT MENYEBABKAN KEMATIAN JANIN

Kehamilan posterm atau kehamilan lewat waktu yaitu ibu hamil dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu dihitung dari hari pertama menstruasi terakhir. Insiden terjadi kehamilan posterm adalah 10%, menurut Erkin tahun 2000 insiden posterm adalah 14%, sedangkan menurut Caughey tahun 2008, insiden kehamilan posterm berkisar antara 3-12%. Terkadang sulit menentukan tanggal pasti perkiraan kehamilan bila ibu menstruasi tidak teratur, wanita yang menggunakan pil kb, dan wanita dengan perdarahan pada trimester pertama kehamilan. Pada wanita dengan siklus panjang 35 hari maka USG pada trimester kedua kehamilan dapat digunakan untuk menentukan perkiraan kelahiran. Penyebab pasti dari kehamilan posterm tidak diketahui. Faktor risiko terjadi kehamilan posterm yaitu kehamilan pertama, riwayat kehamilan posterm sebelumnya, mengandung janin laki-laki, dan faktor genetik misal pada si ibu dulunya lahir posterm (lewat waktu). Kehamilan lewat waktu jelas dapat meningkatkan risiko terhadap janin maupun si ibu hamil itu sendiri. Risiko terhadap janin yaitu oligohidramnion ( air ketuban sedikit), gawat janin, lahir mati atau kematian janin, janin besar (makrosomia), distokia bahu (kesulitan melahirkan bahu janin) dan sindroma postmaturitas.

Berbagai perubahan dapat terjadi pada kehamilan lewat waktu. Perubahan yang pertama adalah berkurangnya jumlah air ketuban. Pada usia cukup bulan yaitu 38 minggu jumlah air ketuban masih mencukupi yaitu 1000 ml. Lalu menurun menjadi 800 ml pada usia kehamilan 40 minggu. Pada usia 44 minggu jumlah air ketuban tinggal 160 ml. Hal ini dikarenakan berkurangnya produksi kencing janin. Semakin tua usia kehamilan maka jumlah air ketuban akan terus menurun, dimana jumlah air ketuban kurang dari 400 ml dapat menimbulkan komplikasi pada janin yaitu berupa gawat janin akibat adanya kompresi tali pusat.

Perubahan kedua yaitu pada plasenta. Pada plasenta trimester pertama dan kedua, plasenta masih tampakhalus dan homogen. Pada kehamilan cukup bulan, tampak semakin jelas kotiledon dan pengapuran pada plasenta (grade III). Pada keadaan ini, dapat ditentukan bahwa usia janin sudah mencukupi untuk lahir dan fungsi paru juga sudah matang.Pada janin lewat waktu, berat badannya juga semakin meningkat. Berat janin bisa saja mencapai 4000 gram, hal ini dapat menyebabkan kesulitan persalinan. Misal persalinan memanjang, ketidaksesuaian panggul dan kepala janin (DKP), distokia bahu, kesulitan melahirkan bahu janin dapat menyebabkan trauma pada tulang maupun syaraf janin.

Insiden terjadinya kematian janin memang relatif kecil yaitu 4 janin per 1000 kelahiran. Sedangkan kematian janin pada usia kehamilan 37 sampai 42 minggu yaitu 2-3 per 1000 kelahiran. Kematian janin ini meningkat 2 kali lipat pada usia kehamilan 42 minggu dan meningkat menjadi 4 kali pada usia kehamilan 43 minggu dan menjadi 5 hingga 7 kali lipat pada usia kehamilan 44 minggu (Resnik,2009). Kematian janin biasanya disebabkan karena adanya insufisiensi plasenta. Sebagaimana kita ketahui , semakin tua kehamilan fungsi plasenta semakin menurun, sehingga asupan nutrisi dan oksigen juga semakin berkurang. Selain itu jumlah air ketuban yang sedikit juga menambah kemungkinan terjadinya asfiksia karena tergencetnya tali pusat oleh badan janin. Hal dapat diketahui dengan pemeriksaan kardiotokografi maupun dengan ultrasonografi (USG) dapat terlihat adanya gawat janin karena adanya oligohidramnion. Pada kehamilan posterm juga dapat terjadi sindroma postmaturitas sebanyak 20%. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan janin terhambat yang disebabkan juga karena insufisiensi plasenta. Selain itu dapat disertai gawat janin, keluarnya mekoneum dan komplikasi janin seperti kejang, gangguan pernafasan daan hipoglikemia.

Risiko lain pada janin yaitu sindroma aspirasi mekoneum berupa takipnea, sianosis, dan penurunan fungsi paru pada janin baru lahir yang tertelan mekoneum. Hal ini lebih sering terjadi pada janin posterm. Di Amerika Serikat, sindroma aspirasi mekoneum menurun 4 kali lipat lebih rendah pada tahun 1990-1998 dengan cara mengurangi paru janin terpapar mekoneum, salah satu caranya dengan amnioinfusion. Kehamilan posterm juga merupakan salah satu risiko terjadinya ensefalopati janin dan kematian bayi pada satu tahun pertama. Pada satu penelitian risiko aspirasi mekoneum dan gawat janin meningkat pada usia kehamilan lebih dari 38 minggu. Tetapi risiko kematian janin (stillbirth) meningkat pada usia kehamilan lebih dari 41 minggu.

Risiko pada ibu yaitu seringnya terjadi kesulitan persalinan yaitu 9-12% dibandingkan dengan kehamilan aterm yang hanya 2 hingga 7%, janin besar (makrosomia), persalinan vaginal operatif dan peningkatan 2 kali lipat untuk dilakukan tindakan seksiosearia (14% vs 7%). Hal ini dapat menimbulkan komplikasi seperti endometritis, perdarahan dan penyakit tromboemboli. Sama halnya dengan keluaran janin, kesakitan ibu juga meningkat sejalan dengan meningkatnya usia kehamilan menjadi 42 minggu. Setelah usia kehamilan 39 minggu berbagai komplikasi seperti korioamnionitis, laserasi perineum berat (grade 3 atau 4), risiko seksiosesar, perdarahan pasca melahirkan dan endometritis meningkat.

Apa yang harus dilakukan pada kehamilan posterm?. Untuk memantau kehamilan anda, sebaiknya lakukan pemeriksaan antenatal yang teratur. Beberapa dokter mungkin akan merekomendasikan anda untuk melakukan pemeriksaan tertentu bila kehamilan anda melewati tanggal persalinan yang telah ditentukan. Menurut American College of Obstetrics and Gynecology, pemeriksaan antenatal monitoring bisa dilakukan pada usia kehamilan 41 minggu. Menurut Bochner dkk, lakukan monitoring janin pada usia kehamilan 41 minggu dapat mengurangi komplikasi. Beberapa ahli merekomendasikan pemeriksaan antenatal 2 kali seminggu dan melakukan pemantauan denyut jantung janin dengan Non Stress Test (NST) dan profil biofisik. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan jumlah air ketuban, karena bila jumlahnya sudah berkurang maka risiko terjadi kompresi tali pusat yang dapat mengganggu sirkulasi darah ke janin.

Untuk proses persalinan, bila usia kehamilan anda sudah melewati tanggal perkiraan dan belum ada tanda-tanda persalinan, maka dokter akan melakukan induksi persalinan pada usia 41 atau 42 minggu. Induksi dilakukan dengan sangat hati-hati menggunakan preparat prostaglandin E1 (misoprostol), prostaglandin E2 yang berupa jelly atau dengan preparat uterotonika (oxytocin) . Hal ini dilakukan tergantung dengan hasil test antenatal seperti NST dan profil biofisik serta keadaan mulut rahim apakah sudah matang atau tidak.



dr. Yuri Kamila Kurdi, SpOG
D
okter Spesialis Obstetri & Ginekologi
RSAB YK MADIRA Palembang